mediakomen

Menjaga Kehormatan saudara seiman adalah sebuah ibadah

Sahabat book my madrasah, kita mungkin menilai ibadah itu hanya sekilas sholat, puasa, sedekah, haji, dan yang terlihat dalam rutinitas ibadah saja, namun kita kadang tidak tahu bahwa dari bangun tidur sampai kita tidur lagi semuanya bisa jadi ibadah yang bisa mendapatkan banyak pahala. 

 

 

Baca Juga : 

Dua Keadaan dalam berdoa ketika Sholat 

Karakter Pendidik Sukses: Sifat Penyayang 


Nah, terkait itu Umar Bin Abdul Azis Berkata:

قال عمر بن عبد العزيز :
" أدركنا السلف وهم لا يرون العبادة في الصوم ، ولا في الصلاة ،
ولكن في الكف عن أعراض الناس
فقائم الليل وصائم النهار؛ إن لم يحفظ لسانه ؛ أفْلَس يوم القيامة ". التمهيد ١٧ / ٤٤٣.


Umar bin 'Abdul 'Aziz bertutur :

"Kami mendapati salaf, mereka tidak menilai ibadah itu hanya dalam puasa atau sholat, namun ibadah hakiki adalah dengan menahan diri dari menodai kehormatan manusia.
Orang yang sholat di malam hari dan puasa di siang hari jika dia tidak menjaga lidahnya maka dia akan bangkrut/merugi di hari kiamat kelak".

{ At Tamhid 17/443 }

Tak cukup sampai di situ, para ulama salaf juga mengajarkan ibadah ini kepada putra putri mereka.

قال الشيرازي رحمه الله : " أذكرُ أنّي كنتُ في عهد الطفولة متعبِدًا، قوَّام الليل، مولعًا بالزهد والتقوى.
وذات ليلة كنتُ جالسًا في خدمة أبي، ولم أُغمض عيني طول الليل،
وأخذتُ المصحف العزيز في حجري، وحولنا قومٌ نيام ..... فقلت لأبي : إنَّ واحدًا من هؤلاء لا يرفع رأسه ليصلي ركعتين ، وقد ناموا هكذا كأنهم موتى!. فقال: يا روح أبيك ! ، لو كنتَ أنتَ أيضًا نمتَ ، لكان خيراً من أن تقع في الخلق ". [جنّة الورد / ص١٠٢].

Asy Syirozi bertutur :

Aku masih ingat saat aku masih kecil, aku begitu rajin ibadah, sholat malam, Zuhud dan bertaqwa.

Suatu malam saat aku membantu ayahku dan aku belum memejamkan mataku sepanjang malam itu.
Aku ambil mushaf Al Qur'an di pangkuanku dan disekitar kami , banyak manusia yg masih terlelap tidur.

Aku katakan pada ayahku :

Wahai ayah, tak seorang dari mereka mengangkat kepalanya untuk sholat dua rokaat, mereka tidur bagaikan mayyit ...

Ayahku menjawab:

Seandainya kamu juga tidur seperti mereka, itu lebih baik bagimu daripada kamu mencela orang.

{Jannatul Ward hal.102 }

Dua Keadaan dalam berdoa ketika Sholat

 TERDAPAT DUA KEADAAN DALAM BERDOA KETIKA SHALAT

Dua keadaan tersebut; yang pertama: saat Sujud,
Yang kedua: saat duduk sebelum salam.

Dalil terkait memperbanyak doa disaat sujud: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

(أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ)


Artinya:
“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” [HR. Muslim, no. 482]



Dalil terkait memperbanyak doa disaat duduk tasyahhud akhir sebelum salam. Dalam sebuah hadits disebutkan:

إِذَا صَلى أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثنَاءِ عَلَيْهِ ثُم لْيُصَلِّ عَلَى النبِيِّ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ ثُم لْيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ

Artinya:
“Apabila salah seorang di antara kalian shalat maka hendaklah ia memulai dengan memuji Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi صلى الله عليه و سلم kemudian berdoalah setelah itu dengan doa yang ia kehendaki“. (Hasan, HR. At-Tirmidzi dalam sunannya).
----------

Dalam doa disaat shalat, boleh juga meminta keinginan dunia dan akhirat.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata:


فلو دعا الإنسان وقال: اللهم إني أسألك أن ترزقني سيارة مريحة، كان ذلك جائزا. أو قال: اللهم ارزقني بيتا حسنا، فإنه يجوز. أو قال: اللهم ارزقني زوجة جميلة، فإنه أيضاً يجوز... يجوز للمصلي أن يدعو الله تعالى بما شاء في الصلاة من أمور الدنيا والآخرة.


Terjemahannya:
👉🏻 "Seandainya seseorang berdoa dengan mengatakan,
'Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar memberiku mobil yang nyaman,'
maka hal itu boleh.

👉🏻 Atau dia mengucapkan,
'Ya Allah, berilah aku rumah yang bagus,'
itu boleh.

👉🏻 Atau dia mengucapkan,
'Ya Allah, berilah aku istri yang cantik,'
itu juga boleh...

Orang yang mengerjakan shalat boleh untuk berdoa kepada Allah dalam shalat dengan apa yang dia inginkan dari urusan-urusan dunia dan akhirat." (Syarh Shahih Muslim, (jilid 2 hlm. 148))
----------

Referensi:
- Ash-Shahih, imam Muslim An-Naishaburi
- Riyadhush-Shalihin, Syeikh Al-Utsaimin

Oleh: Lilik Ibadurrahman, M.Pd

--------------------

Karakter Pendidik Sukses: Sifat Penyayang

Bismillah, sahabat book my madrasah, Ini adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik; guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Mungkin kita sering tidak sadar bahwa anak-anak yang masih bersih hatinya, masih polos jiwanya, itu mampu membaca perasaan orang yang berinteraksi dengannya. Anak-anak itu tahu siapa orang yang menyayanginya dan siapa yang tidak menyayanginya. Dan seorang anak biasanya lebih objektif dalam memberi penilaian. Karena tidak ada unsur-unsur yang mempengaruhinya. Mereka dapat merasakan mana orang yang menyayangi dan mana orang yang tidak menyayangi. Dan perasaan sayang ini menjadi penghangat suasana dan menjadikan proses transfer ilmu ini menjadi suatu yang nyaman dan menyenangkan.

 


Baca Juga : Ada yang baru di verval pd 2023  

Salah satu kunci kesuksesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mendidik para sahabat adalah sifat beliau yang ramah lagi penyayang. Dan sifat ini yang memberi kesan mendalam bagi siapa saja yang mendapatkan pengajaran dan pendidikan dari beliau. Seperti sifat penyayang yang ditunjukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada beberapa orang yang belajar bersama beliau. Seperti yang diceritakan oleh Abu Sulaiman Malik bin Khuwairis Radhiyallahu ‘Anhu, ia menceritakan bahwa: “Kami menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama satu rombongan. Saat itu kami adalah pemuda yang sebaya dan kami tinggal bersama beliau selama 20 hari. Dan beliau adalah orang yang penyayang lagi ramah.” Ini kesan yang bisa ditangkap oleh Malik bin Khuwairis dan teman-temannya. Yaitu beliau adalah seorang yang penyayang lagi ramah. 20 hari bukanlah waktu yang ia sedikit. Dengan waktu itu, cukup mereka untuk mengenali karakter Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hingga akhirnya beliau mengerti bahwa kami merindukan keluarga masing-masing. Lantas beliau menanyakan: “Siapa saja keluarga kami yang tinggal di rumah?” Maka kamipun menjelaskannya. Setelah itu beliau memerintahkan: “Sekarang kembalilah kalian kepada keluarga kalian masing-masing. Tinggallah bersama mereka lalu ajari mereka ilmu yang telah kalian dapatkan dan berbuat baiklah kepada mereka. Laksanakanlah shalat pada waktunya (Nabi menjelaskan shalat lima waktu). Dan jika telah masuk  waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kamu mengumandangkan adzan dan hendaklah mengimami yang paling tua usianya di antara kalian atau yang paling bagus bacaannya di antara kalian.”

 

Baca Juga : Mau daftar Implementasi Kurikulum Merdeka, tapi Akun kepala sekolah baru tidak bisa akses ke situs belajar.id


Jadi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang memberikan pengarahan kepada mereka apa yang harus mereka lakukan ketika mereka berada di rumah mereka. Dzahirnya mungkin tidak ada masjid di kampung mereka atau di tempat mereka karena Islam adalah sesuatu yang masih sedikit. Sehingga mereka mengerjakan shalat di rumah. Dan demikian pengarahan Nabi kepada anak-anak muda yang belajar bersama beliau di rumah beliau.



Seperti yang dikatakan oleh Malik bin Khuwairis bahwa beliau adalah seorang yang penyayang dan ramah. Itu adalah salah satu modal Nabi di dalam mendidik para sahabat-sahabat beliau.

Dan sifat penyayang ini merupakan salah satu perkara yang akan melembutkan hati. Dengan sifat sayang, orang yang kita hadapi akan menjadi tunduk seperti yang dikatakan Nabi:

تَهَادَوْا تَحَابُّوا


“Salinglah kalian memberi, niscaya kalian akan saling menyayangi.”


Baca Juga : Lakukan Pemadanan NPWP kalian ke NIK, jika tidak NPWP kalian di tahun 2024 tidak bisa digunakan lagi! 

 

Kasih sayang ini akan ada interaksi timbal balik antara yang menyayangi dan yang disayangi. Dan ini adalah salah satu sifat yang disukai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan salah satu sifat yang akan membawa kebaikan. Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa ada seorang wanita bersama dua anaknya mendatangi ‘Aisyah. Lalu ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha memberinya tiga butir kurma. Wanita itu pun memberi tiap anaknya satu butir kurma. Lalu wanita itupun menyisakan satu butir kurma untuk dirinya. Kemudian kedua anak itu memakan kurma mereka masing-masing. Setelah selesai memakan kurma mereka masing-masing, mereka menatap ibunya. Maka wanita itu mengerti apa yang diinginkan oleh anak-anaknya, yaitu menginginkan kurma yang ada di tangannya. Maka ia pun membelah satu butir kurma yang tersisa itu lalu memberikan masing-masing setengah hingga tidak tersisa untuk untuk dirinya. Tidak lama kemudian Nabi pulang ke rumah dan Aisyah menceritakan apa yang dilihatnya tadi. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apakah kamu takjub melihatnya Wahai ‘Aisyah? Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah merahmati wanita tersebut karena kasih sayangnya kepada kedua anaknya.”


Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary

📲 Silakan disebarluaskan dengan tetap mencantumkan sumbernya. Semoga bermanfaat untuk kaum muslimin.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Bergabung di grup parenting sunnah (Akhwat)
https://bit.ly/kelasparentingsunnah .

🌎 Follow Akun Dakwah Parenting Sunnah & Salaf Project

📷 Instagram
https://www.instagram.com/kajianparentingsunnah .

https://www.instagram.com/salafproject

📹 YouTube
https://www.youtube.com/c/KajianParentingSunnah
💝 Dikelola oleh Salaf Project

Istri yang Tholehah

 بسم الله ...

السلام عليكم ورحمة اللّٰه وبركاته



Isteri yang tholehah, adalah isteri yang buruk akhlak dan perangainya. Kebalikan dari isteri yang sholehah. Kalau seorang suami memiliki isteri yang tholehah, ini sangat membahayakan dirinya. Pastilah urusan agamanya akan senantiasa terganggu.





Al-Imam Abu Bakr Ibnul 'Araby al-Maliky rahimahullah berkata:


إذا لم يكن للرجل زوجة صالحة فإنه لا يستقيم أمره معها إلا بذهاب جزء من دينه.


"Jika seseorang tidak memiliki istri yang shalihah maka sungguh urusannya tidak akan bisa lurus bersamanya, kecuali dengan mengorbankan sebagian urusan agamanya." (Ahkamul Qur'an, jilid 1 hlm. 536)


Memiliki istri yang tholehah, istri yang tidak punya adab dan buruk akhlaknya, apalagi ditambah dengan buruk rupa, maka ini merupakan penderitaan di atas penderitaan sepanjang hayat dikandung badan bagi seorang suami.


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


وأربعٌ من الشقاوةِ : الجارُ السوءُ والمرأةُ السوْءُ وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْء


“Dan empat kesengsaraan:  Tetangga yang buruk (akhlak dan perangainya), istri yang buruk (akhlak dan perangainya), rumah yang sempit, dan kendaraan yang buruk”.[HR. Ibnu Hibban, Al-Baihaqiy. Berkata Syu’aib Al-Arna’uth : Hadits Shahih).


Oleh karena itu, bersyukurlah dan berbahagialah yang memiliki isteri sholehah, wanita yang sangat langka dan mahal, yang lebih berharga daripada dua matanya, dua tangannya dan dua kakinya.


Berkata Maslamah bin Abdul Malik rahimahullah :


المرأة الصالحة خير للمؤمن من العينين واليدين والرجلين.


"Istri yang shalihah lebih baik bagi seorang mu'min daripada dua mata, dua tangan dan dua kakinya." (Ahsanul Mahasin, hlm. 368).


=======🌴🌴=======


#Yuk_share agar menjadi amalan yang terus mengalir insya Allah. Rasulullah shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ


“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori radhiyallaahu’anhu]


•┈••✵📗📘📙📕✵••┈•


Turut membagikan : 

https://t.me/kajianfikihpasutri

Membedakan Syubhat ingkarus Sunnah

Oleh :Ustadz Abul Abbas Kholid Syamhudi, 

Sudah sejak lama As Sunnah dirongrong dan diserang oleh orang-orang yang berpenyakit hati baik dari kalangan ahlil bidah atau orang kafir dengan cara-cara yang sangat beraneka ragam bentuknya dari yang halus sampai yang paling kasar, dari kekerasan senjata dan perang sampai perusakan aqidah dan konsep pemikiran yang dilakukan mereka dalam rangka memadamkan cahaya Allah dan Allah senantiasa menggagalkan makar dan tipu daya mereka bahkan sebaliknya semakin menyempurnakan cahaya tersebut sehingga membuat mereka mati dalam kedongkolan dan kemarahannya.

Baca Juga  : Menu untuk pengembalian BSU kemenag sudah muncul, begini cara mengembalikan BSU ganda! 

 


Diantara cara mereka merusak Islam adalah dengan menyuntikkan konsep pemikiran yang berisi racun-racun yang dapat membius dan memabukkan kaum muslimin sehingga mereka tidak dapat melihat dan memandang agamanya secara benar dan tepat dan itu telah berhasil di suntikkan oleh musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan para orientalis salibis yang memanfaatkan hasil rangkaian pemikiran ahlil bidah yang muncul didalam islam dan membesar-besarkannya serta menghembuskannya dengan propaganda dan profokasi yang beraneka ragam namanya seperti sekulerisme, pluralisme, kebebasan berfikir, berfikir moderat dan reformis dan lain-lainnya dari propaganda musuh-musuh islam yang hakikatnya hanya satu yaitu menghancurkan dan melemahkan serta memberikan keraguan terhadap aqidah yang benar yang telah dimiliki oleh kaum muslimin.


Salah satu usaha mereka ini adalah menyebarkan pemahaman ingkarus sunnah, satu gerakan dan konsep pemikiran yang berbahaya yang mengajak kaum muslimin meninggalkan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memahami dan mengamalkan agama islam dengan menamakan diri mereka Al Quraniyun (golongan Alquran/ ahlil quran) –mereka sendiri sebenarnya adalah perusak Al Quran- atau ingkarus sunnah.


Oleh karena itu berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari mereka ini karena mereka sebenarnya hanya ingin merusak pemikiran kaum muslimin atau ingin merusak Islam atau mereka ini sebagaimana tampak lahiriyahnya merupakan antek-antek musuh Islam yang masuk atau dimasukkan kedalam Islam dalam rangka merusak dan menghancurkan agama yang suci ini. Dengan demikian marilah kita membuka mata kita , selalu waspada dan membantah mereka serta memperingatkan kaum muslimin dari pemikiran dan syubhat-syubhat mereka agar kaum muslimin tidak masuk dalam perangkap dan jebakan mereka.


🛑 BAGAIMANA MEREKA MENGINGKARI SUNNAH?

Pertanyaan yang menggelitik hati kita, bagaimana mereka bisa mengingkari As Sunnah dan mengaku sebagai golongan Al Quran (Al Quraniyun) sedangkan Al Quran sendiri mengatakan :


وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا


Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. [Al-Hasyr/59:7]


وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. [An-Nahl/16:44]"


Kalau begitu orang yang mengingkari As Sunnah berarti mengingkari apa yang disampaikan Allah dalam Al Quran. Hal ini sebenarnya telah dijelaskan sejak dahulu kala sejak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau bersabda:


Ketahuilah sesungguhnya diturunkan kepada ku Al Quran dan yang semisalnya bersamanya, ketahuilah akan datang seseorang yang kenyang duduk diatas pembaringannya berkata: berpegang teguhlah kepada Al Quran ini saja, semua yang kalian dapati padanya kehalalan maka halalkan dan yang kalian dapati padanya satu keharoman maka haramkanlah. [HR Ahmad 4/131 dan Abu Daud 5/11]


Jadi jelaslah mereka ini sebenarnya hanyalah meneriakkan teriakan-teriakan yang telah ada sejak dahulu kala dalam rangka untuk memasukkan keragu-raguan kepada kaum muslimin terhadap aqidah, ibadah dan akhlak mereka.


🛑 MEMBEDAH SYUBHAT-SYUBHAT INGKARUS SUNNAH

Golongan Al Quran atau dikenal di Indonesia dengan kelompok ingkarus sunnah meneriakkan syubhat-syubhat yang dapat di ringkas menjadi beberapa bagian:


*Syubhat Pertama.*

Cukup bagi kita Kitabullah saja karena dia telah menjelaskan kepada kita semua urusan agama dengan segala perinciannya sehingga kaum muslimin tidak membutuhkan As Sunnah sebagai sumber pensyariatan dan pengambilan hukum sebagaimana disampaikan oleh tokoh mereka Abdullah Chakraawaali dalam majalah Isyaatul Quran hal. 49 edisi ketiga tahun 1902 M : Sesungguhnya Alkitab Almajid (Al Quran) telah menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam agama ini dengan terperinci dan terjelaskan dari semua aspeknya. Maka apa butuhnya kita terhadap wahyu yang khofi (tidak tertulis) dan kepada As Sunnah? hal ini ditegaskan lagi olehnya dalam buku Tarku Iftra’ Taamul hal 10 dengan pernyataannya: kitabullah telah sempurna dan terperinci tidak membutuhkan penjelasan dan tidak butuh tafsirnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penjelasan beliau atau pelajaran amaliyah darinya. [1]


*Bantahan*

Benar, telah disepakati bersama bahwa Al Quran telah menjelaskan pokok-pokok syariat dan sebagian dari perincian juziyahnya, akan tetapi apa yang didakwakan mereka bahwa Al Quran telah menjelaskan segala sesuatu yang ada dalam syariat islam ini baik pokok-pokok atau perincian juziyahnya yang dibutuhkan dalam agama merupakan kedustaan karena bagaimana mereka mengetahui kalau shalat itu lima waktu dengan perincian jumlah rakaat dan bacaan dalam setiap gerakan shalat dan berapa ukuran nishab dan zakat yang diambil dan lain-lainnya, bukankah hal itu diketahui dari Rasulullah. Jika Al Quran telah menjelaskan seluruh agama sehingga tidak membutuhkan penjelasan dan tafsir Rasulullah sebagaimana diyakini oleh mereka maka apa faedahnya Allah memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskannya kepada manusia dan mengapa kita diperintahkan untuk taat dan melaksanakan seluruh apa yang diprintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi yang dilarangnya?.


Dr Musthafa Assibaa’i memberikan pernyataan yang benar dalam permasalahan ini dalam kitab Difaa’ Anil Hadits Nabawiy hal 102, dia berkata: sesungguhnya Allah tidak menetapkan (menashkan) dalam kitabNya semua perincian juziyah dari juziyat syariat akan tetapi menjelaskan pokok-pokok, kaidah-kaidah dan dasar-dasar umum syariat, dan diantara pokok-pokok yang dijelaskan Al Quran adalah beramal dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam firmanNya.


وَمَآءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَانَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا


Apa Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. [Al-Hasyr/59 :7][2]


Mungkin hal itu karena mereka salah dalam memahami firman Allah.


لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ مَاكَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِن تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ


Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. [Yusuf/12:111]


Yang mereka fahami kata (تَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْئٍ) bermakna menjelaskan segala sesuatu secara terperinci juziyah syariat ini, Padahal para ahli tafsir menjelaskan bahwa maksudnya adalah menjelaskan dan menyebutkan pokok-pokok syariat, seperti apa yang dinyatakan Imam Ath Thobariy dalam Tafsir Thobariy 13/91: dan Al Quran adalah penjelas segala apa yang dibutuhkan para hamba dari penjelasan perintah, larangan, penghalalan, pengharoman, ketaatan dan kemaksiatan terhadap Allah. [3]


Dan Asy Syaukani berkata dalam Fathul Qadir 3/61 : Dan bukanlah yang dimaksud disini apa yang ditunjukkannya dari keumuman akan tetapi yang dimaksud adalah penjelasan pokok-pokok dan dustur (syariat) [4].


Kemudian dari kesalahan ini mereka membangun pemikiran meninggalkan dan mengingkari selain Al Quran sebagai sumber pengambilan hukum dalam Islam.


*Syubhat Kedua*

As Sunnah bukan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tetapi ia adalah ucapan-ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara dusta tanpa ada hubungan dalam keluarnya Sunnah tersebut dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan wahyu bahkan tidak turun kepada beliau wahyu kecuali yang terkandung dalam Al Quran saja.


Berkata Abdullah : Sesungguhnya kami tidak diperintahkan kecuali hanya mengikuti apa yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa wahyu, dan seandainya kita benarkan adanya keabsahan sebagian hadits dengan cara mutawatir kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi walaupun demikian tidaklah menjadikan kita wajib mengikutinya karena dia bukanlah wahyu yang turun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. [5]"


*Bantahan.*

Pendapat As Sunnah bukan wahyu dari Allah adalah salah apa lagi kalau dikatakan itu hanyalah ucapan yang disandarkan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara dusta karena mereka sendiri mengakui adanya hadits-hadits yang diriwayatkan secara mutawatir yang meniadakan kemungkinan adanya kedustaan bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kalau demikian maka ada disana hadits-hadits yang benar-benar bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Adapun As Sunnah adalah pasangannya Al Quran dan sama-sama wahyu yang diturunkan Allah kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah.


وَمَايَنطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّوَحْيٌ يُوحَى .عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى


Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. [An Najm/53:3-5]


Berkata Alqurthubiy dalam tafsirnya :dalam ayat ini ada penjelasan bahwa Assunnah adalah wahyu yang diturunkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala [6]. Apa lagi Allah mengancam RasulNya dengan ancaman yang keras ketika menjelaskan hakikat kedudukan beliau dalam penyampaian agama Islam dalam firmanNya.


وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ . ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ


Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami,Niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. [Al Haaqoh/69: 44-46]


Apakah mungkin setelah ancaman yang keras ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata dan berbuat dengan dasar hawa nafsu atau keinginannya semata-mata? Padahal beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang sangat jujur sekali, kalau begitu tidaklah mungkin beliau berkata dan berbuat atau menyetujui sesuatu yang bersangkutan dengan agama kecuali dari pemberitahuan dan izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada jalan untuk mendapatkan hal itu dari seorang makhluk kepada penciptanya kecuali dengan jalan wahyu yang tentunya menurut definisi syar’i.


Dengan demikian jelaslah bahwa Assunnah adalah wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga beliau bersabda.


Ketahuilah sesungguhnya diturunkan kepada ku Al Quran dan yang semisalnya bersamanya, ketahuilah akan datang seseorang yang kenyang duduk diatas pembaringannya berkata: berpegang teguhlah kepada Al Quran ini saja, semua yang kalian dapati padanya kehalalan maka halalkan dan yang kalian dapati padanya satu keharoman maka haramkanlah. [7]


Kemudian jika melihat dan meninjau amalan para sahabat, didapatkan mereka beramal dengan amalan-amalan yang diperintahkan Rasululloh kepada mereka dan tidak ada nashnya dalam Al Quran sedangkan Allah tidak menghukum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena hal itu, hal ini menunjukkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lepas dari wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi dalil yang tegas akan keabsahan amalan mereka dalam beragama dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan juga wahyu dari Allah.


Berkata Sayyid Rasyid Ridho dalam Tafsir Al Manar 8/308 : Tidak diragukan lagi bahwa mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits yang absah yang menjelaskan perkara agama dari beliau termasuk dalam keumuman apa yang diturunkan kepada kita, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mengikuti dan mentaatinya dan mengkhabarkan kita bahwa beliau adalah utusan penyampai risalahNya sebagimana dalam firanNya:


وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ


Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. [An Nahl/16:44]


Dan mayoritas Ulama berpendapat bahwa hukum-hukum syariat yang ada di dalam As Sunnah adalah wahyu dari Allah dan wahyu tersebut tidak terbatas hanya pada Al Quran.[8]


Dengan demikian As Sunnah adalah pendamping Al Quran dan dia adalah wahyu seperti Al Quran hampir tidak dapat terpahami Al Quran sebagaimana yang wajib dipahami darinya kecuali kembali melihat As Sunnah. [9].


*Syubhat Ketiga.*

Mengikuti As Sunnah berarti telah menyekutukan Allah dalam Hukum padahal Allah telah melarang hal itu dalam firmanNya:


إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ


Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am/6 : 57]


Berkata Abdullah Cakrawaali dalam kitab Al Mubaahatsah hal 42 bahwa hadits-hadits yang menganjurkan untuk mengikuti ucapan dan perbuatan serta persetujuan para Rasul padahal ada kitabullah merupakan alas an klasik yang kuno dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mensucikan para Rasul dan NabiNya dari hadits-hadits ini bahkan menjadikan hadits-hadits ini sebagai kekufuran dan kesyirikan terhadap Allah [10] kemudian pernyataan ini ditafsirkan oleh Khojah Ahmaduddin dalam Tafsir Bayaan linas 2/395 dan 445 : Orang-orang telah memalsukan jalan-jalan periwayatan untuk menghidupkan kesyirikan dan mereka mengatakan: kami beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai satu-satunya zat yang dipatuhi akan tetapi Allah memerintahkan kami untuk mengikuti RasulNya. Dan ini merupakan satu tambahan atas asal ketaatan yang satu sehingga dengan dalih tersebut mereka membenarkan seluruh kesyirikan ketahuilah bahwa Alah tidak memerintahkan demikian. Allah berfirman.


إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ


Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am/6 : 57] [11]


*Bantahan.*

Alangkah beraninya dia berkata demikian, apakah para Rasul diutus untuk menghidupkan dan mengembangkan kesyirikan dan kekufuran? Bukankah melaksanakan dan mengikuti Sunnah merupakan perwujudan dari penerapan hokum-hukum Al Quran sebagimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.


فَلاَ وَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [An Nisa/4:65].


Ini perintah berhukum dengan beliau ketika hidup dan setelah meninggalnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka diperintahkan berhukum dengan hukum sunnahnya karena berhukum dengan sunnahnya sama saja dengan berhukum kepada beliau. Hal ini telah diulang-ulang oleh Allah dalam Al Quran diantaranya:


إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَّقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَآئِزُونَ


Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili diantara mereka ialah ucapan “Kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. [An Nuur/24:51-52]


Kemudian Allah memperingatkan orang yang tidak mengikuti RasulNya dalam firmanNya.


وَيَقُولُونَ ءَامَنَّا بِاللهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَآ أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ


Dan mereka berkata:”Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kamipun ta’at,” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu.Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. [An Nuur/24:47]


Maka tidak ada cara utnuk mengetahui hukum dan keputusan beliau kecuali melalui sunnahnya.


Subhat ini sebenarnya terjadi akibat adanya syubhat yang sebelumnya yaitu yang kedua dan Alhamdulillah telah terbantah dan jelas kebatilannya.


Adapun menjadikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.


إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ


Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. [Al An’am/6 : 57]


Sebagai hujjah untuk menolak As Sunnah sebagai hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala maka ini merupakan pendalilan yang salah karena lafadz firman Allah ini ada tiga kali disebutkan dalam Al Quran.


*_Pertama : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala_*


لْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ مَاعِندِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ


Katakanlah:”Sesungguhnya aku (berada) di atas hujjah yang nyata (al-Qur’an) dari Rabbku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. [Al An’aam/6:57]


Dalam ayat ini ada bantahan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kaum kafir yang menuntut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendatangkan mu’jizat dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan bahwa hal itu merupakan hak yang khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak ada sekutu padanya.


*_Kedua : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala_*


مَاتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِه إِلآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنتُمْ وَءَابَآؤُكُم مَّآأَنزَلَ اللهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ أَمَرَ أَلاَّتَعْبُدُوا إِلآًّإِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ


Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Yusuf/12:40]


Ayat ini mengisahkan ucapan dan nasehat Nabi Yusuf kepada kedua temannya di penjara yang berisi bahwa penyembahan berhala merupakan perbuatan yang tercela dan kedustaan atas Allah Subhanahu wa Ta’ala karena Allah lah yang esa dalam hukum dan ibadah


*_Ketiga : Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala_*


وَقَالَ يَابَنِيَّ لاَتَدْخُلُوا مِن بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَآأُغْنِي عَنكُم مِّنَ اللهِ مِن شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ للهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ


Dan Ya’qub berkata:”Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain;namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun daripada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri“. [Yusuf/12:67]


Ayat ini berisi ucapan Ya’qub dan nasehat beliau terhadap anak-anaknya bahwa apa yang mereka temukan dari kesulitan merupakan taqdir dan ketetapan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala serta mengajarkan mereka adab berjumpa dengan raja.


Ketiga ayat diatas tidak sama sekali mendukung dan tidak ada hubungannya dengan pendapat mereka dalam menolak As Sunnah sehingga sesungguhnya mengikuti sunnah Rasulullah bukanlah kesyirikan dan kekufuran akan tetapi ia adalah tauhid itu sendiri.


*Syubhat Keempat:*

As Sunnah bukanlah merupakan syariat menurut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga terpahami demikian oleh para sahabat oleh karena itu mereka dilarang untuk menulisnya


Berkata Alhafidz Aslam dalam Maqam Hadits hal 7 :perkara yang tidak ada perdebatan padanya sama sekali adalah pengetahuan sahabat tentang hakikat larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari penulisan sunnahnya dan mengerti bahwa umat-umat terdahulu tidaklah sesat kecuali dengan sebab penulisan riwayat-riwayat kisah para Nabi mereka. [12]


Lalu berkata lagi : Sesuatu yang harus diperhatikan bahwa hadits-hadits itu seandainya memiliki nilai agama tentunya tidaklah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya melarang dengan keras penulisannya.


*Bantahan*

Syubhat ini tidak ilmiyah dan tidak berlandaskan penelitian dan pengetahuan akan tetapi tampaknya didasari oleh sikap tidak mau menerima kesalahan dan ngawur, alangkah baiknya jika mereka mau melihat kembali buku-buku sunnah dan sejarah sehingga tahu bagaimana kesungguhan dan semangat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya dan memahamkan mereka perkara agama dengan lisan dan amalan dimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab segala pertanyaan mereka dan memberikan nasehat-nasehat dari satu waktu kewaktu yang lain baik dikhutbah-khutbah jum’at, ied atau diacara-acara yang lainnya sebagaimana juga kehidupan rumah tangga beliaupun di tulis. Seandainya As Sunnah menurut bekiau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah syariat dan agama tentunya tidaklah berbuat demikian dan tidak juga menggunakan segala sarana untuk menyebarkan dan menebarkannya. Lihatlah pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada delegasi Abdi Qais setelah beliau menyambutnya dan mengajari mereka sebagian perkara agama.


احْفَظُوْه وَ أَخْبِرُوْهُ مَنْ وَرَاءَكُمْ


Hafalkanlah dan beritahulah orang-orang yang dibelakang kalian [HR Bukhori 1/30]


Seandainya As Sunnah bukan termasuk agama tentulah beliau tidak akan memerintahkan untuk menghafal dan menyebarkannya dan tentulah tidak akan keluar dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam perintah mengikuti beliau seperti sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ


Shalatlah kalian sebagiamana kalian melihat aku shalat [HR Bukhori 1/155]


Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


لِتَأْخُذُوْا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّيْ لاَأَدْرِيْ لَعَلِّيْ لاَأَحُجَ بَعْدَ حَجَتِيْ هَذَا


Hendaklah kalian mengambil manasikku karena aku tidak tahu mungkin tidak berhaji setelah hajiku ini. [HR Muslim 4/79]


Dan tidak akan membebani para sahabatnya untuk menyampaikan sunnahnya sebagimana sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji.


لِيُبَلِّغِ الشَاهِدُ الغَائِبْ


Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir [HR Bukhari 1/24]


Demikian juga para sahabat demikian sungguh-sungguh dan semangatnya dalam mengambil Assunnah dan menghafalnya sampai-sampai mereka berjalan jauh untuk mendapatkan satu hadits, seandainya Assunnah bukanlah termasuk syariat dan agama tentulah mereka tidak melakukan hal itu.


Ini semua membuktikan kebatilan syubhat mereka apalagi Allah telah berfirman:


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا


Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.[Al Ahzab/33:21]


Adapun larangan menulis As Sunnah memang ada diawal-awal islam kemudian Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan penulisannya sebagaimana izin beliau kepada Abu Syaah.[13]


*Syubhat Kelima.*

Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membimbing para sahabat yang berjumpa dengan beliau sesuai dengan keadan dan kondisi mereka sehingga mencipatakan kondisi hadits-haditsnya sesuai dengan zaman tersebut yang tidak sama dengan zaman sekarang sehingga sekarang tidak perlu lagi kita melihat kepadanya dan cukuplah Al Quran sebagai petunjuk bagi kita.


Berkata Al Khojah dalam majalah Al Bayan hal 32 edisi agustus 1951 M : Ketahuilah bahwa ketaatan kepada rasulullah adalah ketaatan yang terkait dengan zamannya dan pelaksanaan hokum-hukumnya tidak melebihi kehidupannya dan telah tertutup permasalahan ini sejak meninggalnya beliau.[14]


*Bantahan*

Sesungguhnya Al Quran telah menjelaskan kepada kita bahwa dakwahnya Rasululloh adalah dakwah yang umum dan menyeluruh kepada sekalian manusia baik arab atau non arab dan tidak habis dengan wafatnya beliau bahkan akan terus- menerus sampai hari kiamat sebagaiman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.


وَمَآأَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ كَآفَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ


Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. [Saba/34:28]


Dan pernyataan bahwa dakwah Rasulullah terbatas pada kelompok tertentu atau zaman tertentu adalah pernyataan yang tidak ada dasarnya dan menyelisihi kesepakatan kaum muslimin serta tidak dapat diterima akal yang sehat dan baik karena risalahnya menyeluruh untuk sekalian umat manusia maka tentunya sunnahnya pun demikian sehingga tidak ada perbedaan pelaksanaan amalan dengan dasar Al Quran dan dengan dasar As Sunnah.


Demikianlah sebagian dari syubhat-syubhat mereka yang digunakan untuk menolak sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menjaga kita dari ketergelinciran dalam syirik dan bidah. Amiien.!!!


*********************


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo  Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo.


________


Footnote


[1]. Lihat Al Quraniyun wa Syubhatuhum haula Assunnah hal.210

[2]. Dinukil dari Al Quraniyun hal 211-212

[3]. Lihat Al Quraniyun hal 213

[4]. Lihat Al Quraniyun hal 213

[5]. Dinukil dari Al Quraniyun hal 214

[6]. Lihat Al Quraniyun hal.216.

[7]. HR Ahmad 4/131 dan Abu Daud 5/11

[8]. Dinukil dari Al Quraniyun hal 216

[9]. Lihat Manzilatus Sunnah Fi Tasyri’ Al Islamiy karya Muhgammad Amaan Al Jaamiy hal. 19

[10]. Lihat Al Quraniyun hal 219

[11]. Lihat Al Quraniyun hal 219

[12]. Lihat Al Quraniyun hal 223

[13]. Lihat kisahnya dalam syarah imam Nawawi terhadap shohih Muslim 18/129.

[14]. Llihat Al Quraniyun hal 231.


Sumber : Ⓜ️edia Sunnah Nabi

Back To Top